Salam Palestine
Minggu yang membahagiakan. Ada beberapa khabar yang menyeri taman hati. Penantian panjang yang berbaloi. Berkat sabar kata seorang teman. Saya akui kebenaran katanya. Dan saya memang sering kagum pada dirinya. Saat saya dan dia di uji dengan ujian yang terasa perit dan bagai tidak mampu untuk didepani, dia tidak pernah lepas dari mengucap kata sabar. Walau saya tahu, melafaznya tidak semudah mengotakannya.
Saat ujian datang silih berganti, saya semakin mengenal diri. Saya masih jauh dari sifat sabar itu. Bukan sekali, bahkan berkali-kali saya mengadu pada teman saya ini. Saya bagai tidak mampu untuk terus bertahan. Dia masih dengan tenangnya. Memujuk saya yang sedang lemah. Memujuk dengan bimbingan kalamNya. Pada sirah perjalanan RasulNya. Dia membawa saya kembali ke dalam diri. Menyedarkan saya yang sering mengaku mahu menjadi sang da'ie. Mahu berjiwa murabbi terutama pada anak-anak didik yang menanti diberi bimbingan. Dia terus mengulang bicara. Bersangka baik dengan DIA. Tidak diuji seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ada kemanisan di hujung jalan pedih yang sedang saya dan dia titi. Dan akhirnya, kemanisan ini sedang kami rasai. Hingga kami mampu tersenyum bersama.
Walau senyum saya beriring malu. Malu yang sangat pada DIA yang memberi ujian. Terkenang saat getir itu, saya kerap berwajah keruh. Lebih banyak mengeluh dari diam dan menahan bicara. Jangan menzahir kata yang tidak selayaknya bagi seorang yang sudah pernah merasa apa itu tarbiyyah. Senyum saya tidak semanis senyuman teman saya. Dan dia memang layak mengukir senyuman itu. Senyuman kemenangan untuknya. Kemenangan dalam peperangan ujian. Ternyata senjata utamanya yakni sabar senjata terbaik.
Dalam menikmati berita-berita baik ini, saya membisik diri. Hidup ini bagai putaran roda. Adakalanya di atas dan pasti akan berada di bawah. Saat saya sedang berlari menari riang di sisi pelangi indah dan di bawah langit biru, saya beringat sendiri. Pelangi indah ini akan hilang lagi dan langit indah biru ini akan gelap lalu menurunkan sang hujan putih jernih. Saat itu, saya berazam. Saya mahu menjadi seperti teman saya. Berlindung dari dibasahi sang hujan di bawah bumbung sabar. Saya akan bertahan hingga sang hujan pergi dan pelangi datang lagi. Waktu itu, senyum saya tidak tawar lagi. Manis seperti manisnya madu. InsyaAllah. :)
No comments:
Post a Comment